Aceh, Metro TIVI, dan Metro TIVU
Pertama saya
mengajak siapapun yang membaca artikel ringan ini, maka harus dalam kondisi
tenang, nyaman, tidak emosional. Jika anda sudah berada pada kondisi itu,
silakan lanjut, jika tidak, saya sarankan untuk ambil wudhu dulu. Ah... kayak
betul aja.
Sebagai media
televisi, hari ini metro tv telah diplesetkan menjadi Metro TIVU. TIVU adalah
bahasa dengan standar yang lain, yang lebih ringan, untuk definisi TIPU. Jika
disandarkan dengan awalan pe, maka ia menjadi
PENIPU. Kata PENIPU bagi metro tv tentu
sebuah bala, musibah, bahkan bisa saja berakhir pada kondisi paling krusial; Kolaps alias gulung tikar. Bagaimana
tidak, karena pasar sebuah media tv adalah penonton. Jika tidak ada yang
menonton, maka “sangak cap udeung, raheung cap kuda” (harus nonton sendiri-pen).
Lalu
pertanyaannya, benarkah demikian julukan untuk media rintisan putra Aceh
brewokan dan terlihat sangar itu? Saya tidak punya kapasitas untuk
menjawabnya; saya bukan pekerja media, tidak paham dengan etika dan kode etik
jurnalistik, dan saya hanya sebagai masyarakat awam. Sehingga, disini, saya
tidak akan mengulas tentang itu, tentang sesuatu yang tidak saya pahami.
Baiklah, sebelum
pada intinya dari tulisan ini, saya mau menyampaikan pendapat terlebih dahulu,
supaya tidak ada yang salah dalam menilai saya ada di posisi mana. Buat saya,
pada babi sekalipun masih ada yang bisa kita pelajari.
Jadi begini,
terkait materi yang disiarkan oleh metro tv, ada materi yang membuat hati saya
runyam, sedih, dan ada juga materi yang membangkitkan motivasi saya untuk
melakukan sesuatu yang baik, sekecil apapun kebaikan itu.
Misal, saya
ambil contoh yang sedang hangat, bagaimana metro tv menyiarkan dengan porsi
lebih banyak negatif pada aksi bela islam. Yang menjadi headline, justru sampah dan taman. Sedangkan pada aksi tandingan,
itu tidak disiarkan. (atau mungkin saya yang tidak menonton). Maka tidak salah
dan tidak berlebihan, jika masyarakat membanding-bandingkan antara A dan B. Pun
begitu juga pada materi-materi yang lain, silakan dilacak aja sendiri.
Dan siapa yang
tidak sedih, jika fokusnya pada sisi negatif. Ini berlaku pada kondisi apapun,
siswa di sekolah, misalnya, jika gurunya sibuk melabelkan siswa dengan “Kamu
ini nakal,” “kamu ini bodoh,” dan seterusnya, maka si anak pasti akan Down. Sebaliknya, fokuslah pada Positif,
tapi tidak luput juga pada negatifnya, “kamu ini sangat pintar dalam bidang
Olimpiade Komputer, kamu sangat berbakat, nak. Tapi ada yang kurang, kamu
kurang rajin”
Kira-kira,—jika tidak
salah—begitulah ilustrasinya. Media harus bisa mengedukasi masyarakat dengan
materi positif, TAPI tidak lupa pada yang NEGATIF. Bukan SEBALIKNYA. Saya
ulang, Media harus bisa mengedukasi masyarakat dengan materi positif, TAPI
tidak lupa pada yang NEGATIF. Bukan SEBALIKNYA.
Contoh yang
lain, —sebagai pembanding saja— begitu juga untuk situs portalpiyungan.com
(versi lama sebelum diblokir), sejauh amatan saya, isi berita disana, porsinya
lebih besar pada sisi negatif. Beritanya, banyak mengkritik pemerintah, banyak
menghina pemerintah, tapi luput pada pencapaian pemerintah. (mungkin disini
saya salah, karena saya hanya mengamati,
bukan meneliti, mohon beritahukan
saya jika salah) belum lagi, ada
banyak gambar ilustrasi berita, yang dicomot sana, comot sini, sebagai media
yang santun, ini tidak boleh dilakukan. (jika tidak disertakan sumbernya)
Atau jangan
jangan, kondisi bangsa hari ini, memang harus digituin. Katakanlah, pemerintah
yang amburadul, pro antek asing, tidak pro rakyat, tidak pro islam, selayaknya
diperlakukan demikian. Katakanlah—sekali lagi—kita sedang berada pada titik
nadir; Bangsa yang diambang kehancuran. Wallahua’lam
bissawab
ACEH DAN METRO TV
Inti dari
tulisan ini adalah disini; di sub bab ini, Aceh
dan Metro TV. Kita jangan lupa, bahwa nanggroe syariat islam ini pernah
dilanda musibah maha dahsyat. Bagaimana pada kondisi apoh apah, metro tv ada bersama orang aceh. Lautan manusia datang
membantu aceh, dari nasional dan internasional, salah satu corongnya adalah
materi dari metro tv.
Bagaimana metro tv menyiarkan per detik, per menit, per jam, per hari, per minggu, per bulan, dan
seterusnya, akan luka bangsa Aceh—luka saya, luka anda, luka kita—
Bagaimana metro tv mampu membuat siapapun yang menonton terenyuh, tersentuh,
terbawa emosi, akan luka yang dirasakan masyarakat aceh.
Sehingga banyak
diantara kita yang sampai hafal ke ulu hati, akan nyanyian sherina;
“Tuhan marahkah kau padaku //
Inikah akhir duniaku // Kau hempaskan jarimu di ujung banda // Tercenganglah
seluruh dunia...”
Aceh bisa
seperti hari ini, dengan segala kerendahan hati saya bilang : ada peran metro
tv. Mengapa pada paragraf keempat diatas
saya menyebutkan, “pada babi sekalipun masih ada yang bisa kita pelajari”
maksudnya, jika ada satu kecacatan, jangan lupa bahwa juga ada satu kebaikan,
paling tidak.
Jika pada hari
ini metro tv telah menyakiti hati umat islam, (dan juga hati orang aceh) maka
jangan lupa, metro tv juga pernah mengobati hati umat islam, hati orang aceh,
yaitu ketika Tangan Tuhan bernama Tsunami menghempaskan banda. Maka janganlah
kita seperti pepatah aceh, “lage ta peutingoeh lumo lam mon” (lupa pada jasa-pen)
Hari ini, saya
sepakat, bahwa ada materi yang disiarkan metro tv meyakiti hati saya, menyakiti
hati anda, menyakiti hati umat islam. Maka dengan santun, mari kita tuntun
mereka untuk kembali ke semangat menebar kebaikan, sama seperti mereka menuntun
kita pada saat tsunami, ke arah yang lebih baik, ke arah yang lebih
bersemangat. Hari ini kita membenci metro tv karena materinya, lalu
meng-elu-elukan tv one, karena (melalui) acara ILC. jangan lupa, bahwa tv one,
juga pernah melakukan hal yang sama; melukai hati umat islam. (silakan googling
untuk info lengkap, ini sebagai pembanding saja)
Terakhir, saya
mengajak kita semua, untuk berbesar hati, bahwa kita jangan berlebihan dalam
membenci atau menyukai sesuatu.
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh
jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. [QS. Al-Baqarah 2: 216]
Jika tafsir diatas salah, mohon beritahukan
saya, karena saya bukan ahli tafsir.
Pesan saya untuk metro tv, sama seperti yang
dipesankan oleh dewan pers, Imam Wahyudi, katanya, “saya ingin kita sama-sama
instrospeksi, kenapa ini terjadi. Karena faktanya adalah yang menjadi korban
itu hanya station tv tertentu, tidak semua station, berarti ada sesuatu yang
harus kita introspeksi, sehingga kedepan jauh lebih baik.
*Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.
Salam super damai dari saya, Zubir Agani.
Salam super damai dari saya, Zubir Agani.
Bagus Pak :'(, jadi salah sendiri nih :'(
BalasHapusTulisan yg penuh makna....bgus sekali pak...
BalasHapusTulisan yg penuh makna....bgus sekali pak...
BalasHapusLike this pak zuu .. 😁😁
BalasHapus