Sekolah dan Taman Belajar
14 Juli 2016, Sekolah dengan Logo
Bungong Seulanga itu berusia sepuluh
tahun. Dua angka tersebut (satu dan nol) masihlah tergolong seumur jagung. Kami
memanggil sekolah itu dengan nama : SUKMA. Tanpa ada embel-embel, sukma secara
bahasa bermakna Jiwa, ataupun semangat.
Sedikit membuka lembar sejarah
perjalanan Aceh, setelah hampir tidak kurang 50 tahun berurusan dengan darah
–yang berujung dendam—Allah menutup perang panjang itu melalui tangan Tsunami.
Konflik, selain meluluhlantakkan harta, juga mengharcurkan jiwa. Sepanjang
masih dipelihara, sepanjang itu pula harta dan jiwa menjadi korban.
Melalui tangan Tsunami-lah,
Sekolah Sukma Lahir. Selain lahir dalam bentuk fisik, juga lahir untuk
mengobati jiwa-jiwa anak aceh yang terpukul
setelah perang panjang dan bencana Tsunami. Lahir untuk menancapkan semangat
dalam diri anak-anak aceh, bahwa melalui pendidikanlah, mereka bisa membantu
memperbaiki dunia, sama seperti Mahatma Gandhi, yang mengubah dirinya demi
dunia.
Para pendiri sekolah Sukma,
sepakat bahwa modal besar nan murah dalam membangun sekolah adalah membangun
Karakter. Di posisi pertama, karakter yang diemaskan adalah Jujur. Sebuah kata
yang asing ini diperdagangkan di tengah kondisi masyarakat yang apatis terhadap
kejujuran. Rasanya, jujur adalah sebuah kata yang sendiri, asing, dan hanya ada
dalam teori.
Bukan tidak beralasan, kita
melihat berapa banyak pemimpin hari ini yang korup. Seakan Perjalanan akhir
seorang pemimpin negeri ini adalah jeruji besi. Bagaimana hari ini hukum dapat
dibeli dengan uang, hukum bisa berdamai dengan uang, dan kebijakan juga
ditentukan oleh uang. Sogok menyogok, adalah proses transaksi dalam keseharian
para pemangku kebijakan.
Semua itu, benang merahnya adalah
jujur. Lalu, atas dasar itukah kenapa karakter jujur yang selalu dipelihara di
Sukma? Wallahuaklam.
Dalam perjalanan sekolah,
ternyata Jujur itu menjadi obat dan racun bagi Sukma. Ia mengobati jiwa-jiwa
yang haus akan perubahan, namun ia juga menjadi racun bagi yang merasa
“tertindas”.
Selain jujur, yang saban hari
didengungkan adalah Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan Santun. Pernah seorang tamu
bertanya pada saya, “Sekolah ini gak ada prioritas yang lain ya, selain
ngurusin senyum, dan sampe harus di tempel segala himbauan untuk tersenyum di
dinding-dinding sekolah?” saya tau pertanyaan itu hanyalah gurauan.
Namun atas
gurauan itu, saya jadi berhayal sendiri, kenapa kok sekolah yang dibangun
dengan dana 165 Miliar, dari uang masyarakat Indonesia, ngurusin pekara sepele
nan tak penting itu. –kalah penting dibandingkan siwa harus lulus dengan nlai
tinggi, diterima di perguruan tinggi pavorit, dan sebagainya—
Ternyata saya menemukan sebuah
mutiara dari aktifitas senyum itu. Selain ia sebagai sedekah paling mudah. Senyum
merupakan aktifitas sederhana, namun mempunyai pengaruh yang besar, baik bagi
diri sendiri maupun orang lain. senyum merupakan salah satu cara untuk membina
dan memperbaiki hubungan dengan sesama manusia.
Bahkan para ahli sepakat, seperti
Prof.
James V. McConnell, seorang Psikolog di Universitas Michigan, Amerika Serikat,
menyebutkan “Orang yang tersenyum cenderung mampu mengatasi Masalah”
Sampai disini saya terkejut, beberapa tahun
mengurusi sekolah dibidang kesiswaan, saya menemukan bahwa persoalan paling
mendasar pada siswa adalah tidak mampu menyelesaikan masalahnya. Masalah pribadi belum selesai, ditambah lagi
dengan beban kurikukulum yang harus mereka emban. Masalah keluarga yang
berantakan, ditambah lagi dengan tek bengek kehidupan.
Mereka digunduli oleh masalahnya sendiri, tanpa
sempat membuka diri untuk melihat dunia lebih luas, tanpa sempat memanfaakan
potensi yang ada untuk mengubah dirinya, seiring membantu mengubah dunia.
Seperti halnya Nelson Mandela, Mengubah Afrika Selatan dari Rasisme,
kemiskinan, dan Kesenjangan.
Sehingga, apa yang pernah dikatakan Ted W.
Engstrom, bahwa senyuman dapat menciptakan kegembiraan, membuat suasana menjadi
ceria, membantu mengembangkan keinginan yang baik, dan membangkitkan semangat,
bukankah ini landasan filosofi pendidikan yang dianut bapak pendidikan kita, Ki
Hajar dewantara? Bahwa sekolah adalah taman bermain, bahwa sekolah adalah taman
kebahagian. Lalu, jika sekolah memelihara orang-orang yang tidak bahagia, akan
seperti apakah lulusan dari sekolah itu?
Bersambung ...
Belum ada Komentar untuk "Sekolah dan Taman Belajar"
Posting Komentar