Kemunduran Pendidikan Aceh

Surat yang ditandatangani oleh kepala Dinas Pendidikan Aceh, Drs. Alhudri, M.M., pada tanggal 1 Februari 2021, adalah sebuah strategi dalam rangka mendorong peningkatan mutu penddikan versi Pemerintah Aceh. Sebanyak 816 kepala SMA/SMK/SLB dan 189 pengawas sekolah diundang menghadap Sekda Aceh, dr. Taqwallah, M.Kes., untuk mempresentasikan Buku Kerja kepala sekolah dan Buku Kerja pengawas sekolah. Dalam rentang 4 hari, terhitung 4 s.d. 7 Februari 2021, mulai pukul 08.00 s.d. 00.10 wib dini hari, secara bergiliran para kepala sekolah dan pengawas sekolah melakukan presentasi. Setiap orang diberi jatah maksimal 3 menit, namun jika tuntas sebelum 3 menit adalah sebaik-baiknya presentasi.

Apa yang harus dipresentasi dalam waktu 3 menit? Pertama, nama kepala sekolah, kedua, nama pengawas sekolah, ketiga, Terhitung Mulai Tugas (TMT), keempat, target lulus PTN, dan kelima, jumlah dana BOS yang diterima. Suasana presentasi tegang karena dikejar waktu dan diberikan sinyal di awal, jika tidak bagus presentasinya dan hasil penilaian dari Buku Kerja tidak memuaskan, ada kemungkinan jabatan kepala sekolah diganti. Sekda Aceh dalam pemaparannya mengungkapkan, tak sabar rasanya untuk sesegera mungkin mengganti kepala sekolah yang dianggap tidak becus. Beliau merincikan, kalau bisa, per senin (5/2/2021) akan melantik kepala sekolah yang baru di Anjong Mon Mata, Banda Aceh.

Presentasi Buku Kerja ini adalah yang ke-2 kali, sebelumnya dilakukan pada akhir 2019. Sekda Aceh sangat berambisi memajukan pendidikan Aceh dengan caranya sendiri. Semua harus patuh dengan intruksinya, dan tanpa ada pengecualian. Ada banyak sekali kepala sekolah yang tidak bisa hadir karena sakit, tapi situasi yang terjadi, terkesan all must be ready, no reason, sehingga semuanya terpaksa hadir.

Ada kabar yang beredar di WAG kepala sekolah, dewan guru, dan di berbagai Forum Komunitas, seorang Kepala SLB Bambi, Drs. Anwar, S.Ag., M.Si, sepulang dari presentasi dilarikan ke Rumah Sakit, dan berselang beberapa hari, meninggal dunia. Apakah ada korelasi antara presentasi Buku Kerja dengan meninggalnya sang kepala sekolah? Wallahu’aklam bissawab

Buku Kerja adalah RKS

Jika mengacu pada Permendikbud No. 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Buku Kerja kepala sekolah versi Pemerintah Aceh, cacat secara hukum karena tidak memenuhi 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP). ini akan berdampak pada hilang fokus kepala sekolah dalam mencapai SNP. BEREH saja tidak akan mampu meningkatkan mutu pendidikan, karena peningkatan mutu tidak bisa hanya pada tampilan luar

Secara nasional, sudah dirumuskan oleh para ahli pendidikan, bahwa setiap satuan pendidikan wajib memenuhi 8 SNP. Untuk mencapai hajat tersebut, seorang kepala sekolah menyusun Rercana Kerja Sekolah (RKS), yang mencakup Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) dengan target pencapaian 4 tahun, Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang merupakan turunan dari RKJM, dan Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS).

Dengan fokus pada RKS, sebenarnya sudah lebih dari cukup. Ketika mutu pendidikan rendah, bukan RKS yang disalahkan dengan cara membuat format baru versi Pemerintah Aceh, tapi mengevaluasi apa yang terjadi secara real di lapangan. Dalam pengalaman penulis sebagai kepala sekolah, pengelolaan pendidikan kita masih bertahan di level diskusi pada lapik. Misalnya, sebuah sekolah akan dianggap mencapai SNP ketika ‘memiliki’ dokumen RKS. Sedangkan isi dari dokumen itu sendiri bukanlah sesuatu yang ‘seksi’ untuk diperbincangkan.

Ada 2 risiko jika Buku Kerja kepala sekolah versi Pemerintah Aceh terus dijalankan; pertama, kemunduran pendidikan yang sangat jauh karena isi dari Buku Kerja hanya memuat data-data satuan pendikan dan foto-foto ruang kerja; baik ruang kerja guru, kepala sekolah, toilet, denah ruangan, ruang wakil kepala sekolah, kantin, dan ruang-ruang yang lain, yang sama sekali jauh dari substansi pengembangan mutu pendidikan.

Kedua, bertambah beban kerja kepala sekolah, karena juga diwaktu bersamaan harus memenuhi target 8 SNP melalui program kerja yang sudah disususun dalam RKS. Dampaknya, disorientasi kepala sekolah, apa yang sebenarnya yang harus dipenuhi. 

Setiap sekolah sebenarnya datang dengan karakteristik yang berbeda. Itu artinya, presentasi  Buku Kerja kepala sekolah juga akan berbeda satu sama lain. Latar belakangnya berbeda, programnya berbeda, dan targetnya pun berbeda. Pemerintah harus memberikan kemerdekan kepada satuan pendidikan untuk mengembangkan satu atau dua program unggulan. Akan ada misalnya 100 sekolah dengan kewirausahaanya sangat bagus. 100 sekolah lagi dengan keunggulan dibidang karya Ilmiah Remaja, 100 sekolah lainnya dibidang Seni dan Budaya, 100 sekolah lainnya di bidang akademik, 100 sekolah lainnya dibidang olahraga, dan sebagainya. Untuk melahirkan cita-cita itu, maka kepala sekolah harus diberikan kemerdekaan, supaya ide dan kreativitas dapat muncul dan berkembang, bukan dengan strategi top down (atasan ke bawahan)  

Lembar Kerja Guru

Setelah Buku Kerja kepala sekolah, program peningkatan mutu pendidikan versi Pemerintah Aceh lainnya adalah presentasi Lembar Kerja Guru (LKG). Ini lebih konyol lagi, peningkatan mutu pendidikan tapi yang dipresentasikan oleh guru adalah biodata guru, nama suami/istri, foto keluarga, hingga foto sedang mengajar. Apa korelasi mutu dengan biodata dan foto-foto itu?

Secara nasional, tugas pokok dan fungsi guru sudah diatur dalam Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018. kegiatan-kegiatan pokok yang perlu dilakukan guru antara lain; (1) Merencanakan pembelajaran atau pembimbingan, (2) Pengkajian kurikulum, (3) pengkajian Program Tahunan, Program Semester, Silabus, dan RPP, (4) menilai hasil pembelajaran atau pembimbingan, dan masih sangat banyak lagi. Apa yang telah dirumuskan dalam Permendikbud diatas, sebenarnya sudah sangat sempurna, tinggal saja bagaimana memaksimalkan dalam pelaksanaan di lapangan. Bukan malah menyusun format baru yang sama sekali tidak berhubungan dengan peningkatan mutu. Program Presentasi LKG sudah harus segera di discountinue.  

Pendidikan Berbasis Gotong Royong

Kenapa Google bisa melejit dan menjadi raksasa dunia? Karena mereka menganut sebuah ideologi, “Perubahan besar tidak dilakukan sendirian”. Sistem ‘intruksi atasan’ dalam pengelolaan pendidikan Aceh masih sangat dominan. Pola-pola yang tidak humanis sudah saatnya di buang jauh-jauh. Sekarang bagaimana agar semua unsur masayarakat merasa bahwa peningkatan mutu pendidkan Aceh adalah tanggungjawab bersama. Itu hanya mungkin terwujud, ketika proses mencari solusi melibatkan semua pihak.

Sejak awal, perwakilan kepala sekolah, misalnya, terlibat dalam memetakan struktur persoalan. Begitu juga organisasi guru, guru senior, universitas, LSM yang fokus di bidang pendidikan, Dunia Usaha Dunia Industri, sejak awal sudah dilibatkan. Ketika semakin banyak solusi yang ditawarkan oleh berbagai pihak, tinggal menentukan solusi terbaik yang mungkin segera dilakukan untuk target jangka pendek hingga jangka panjang. Masayarakat akan merasa memiliki akan program yang sedang dijalankan, sehingga akan turut andil menyukseskan program.

Semangat yang dimiliki Sekda Aceh, adalah semangat militan dalam memperjuangkan kebangkitan. Ini tentunya satu modal besar untuk Aceh. Hanya saja, the power of listening harus dibuka ke publik. Tak salah jika belajar dari Nadiem Makarim, bagaimana ia memutuskan untuk mendengar terlebih dahulu, baru bergerak. Jika tidak, mutu pendidikan Aceh akan bertahan di lembah keterpurukan. Wallahuaklam bissawab.

Zubir, Kepala SMA Sukma Bangsa Lhokseumawe

Zubir Agani Seorang guru di sekolah swasta

Belum ada Komentar untuk " Kemunduran Pendidikan Aceh"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel