Sekolah Sukma Bangsa dan Sedekah Surya Paloh
16 tahun lalu, Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, meresmikan Sekolah Sukma Bangsa (SSB), tepatnya pada tanggal 14 Juli 2006. Berdirinya SSB menjadi spesial di Aceh, karena ia lahir atas nama perang yang tak berkesudahan, dan musibah maha dahsyat Tsunami. Tercatat, tidak kurang dari 230.000 nyawa syahid kala itu (kompas.com).
Duka
Aceh adalah duka Indonesia. Melalui dompet Indonesia Menangis yang dibuka melalui
Metro TV, berhasil mengumpulkan donasi sekitar 130 miliar. Dari dana
tersebutlah, berdiri dengan megah 3 sekolah yang tersebar di Pidie, Bireuen,
dan Lhokseumawe. Pada hari kamis, 14 Juli 2022, SSB yang tersebar di 3 lokasi itu,
berulang tahun. Menjadi penting bagi kami di usia—yang masih belum dewasa,
merefleksi diri sejauh mana peran yang telah diambil untuk bangsa dan negara.
“Meunyo jeut ta peulaku, boh labu jeut keu
asoe kaya. Menyo han jet ta peulaku, anuek teungku jet ke beulaga”. Target
lulusan SSB, menghasilkan ‘asoe kaya’ yang sejatinya hanya akan diperoleh dari
proses belajar yang tak pernah berhenti. Pesan indatu ini, seakan melekat di SSB,
bahwa proses adalah yang paling utama, konsekuensi hasil akhir pasti akan baik
jika berasal dari proses yang baik pula.
A
School that learns
16
tahun bertumbuh, SSB berpegang teguh pada prinsip a school that learns. Bagi SSB, setiap warga sekolah, adalah warga
belajar. Hal ini tertuang dalam visi sekolah; “Menciptakan lingkungan
pendidikan yang positif dan berkelanjutan bagi warga belajar untuk meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia Indonesia yang memiliki kemampuan akademis,
terampil, dan berakhlak mulia”
Dalam
membentuk karakter warga sekolah, kami menanamkan budaya sekolah; 5S dan 4No. Senyum,
Salam, Sapa, Sopan, dan Santun. No
Cheating, No Bullying, No Smoking, dan No
Littering. Lebih dalam, pemaknaan Budaya Sekolah, sebagaimana ditulis oleh
Dody Wibowo, Direktur Advokasi dan Pemberdayaan Masyarakat Yayasan Sukma, Senyum
mengingatkan warga sekolah untuk menjadikan sekolah sebagai lingkungan yang
suportif untuk belajar. Ketika warga sekolah berbagi senyum, mereka menunjukkan
ketulusan dalam mendukung satu sama lain untuk belajar.
Sapa
mengingatkan warga sekolah untuk menjalin persahabatan tanpa melihat latar
belakang dan identitas. Lingkungan sekolah menjadi tempat untuk belajar tentang
toleransi dan juga merayakan keberagaman.
Salam
berasal dari bahasa Arab yang bermakna ’damai.’ Warga sekolah didorong untuk
mempelajari nilai, pengetahuan, dan keterampilan untuk perdamaian,
mempraktikkannya setiap hari, dan berkontribusi aktif dalam mewujudkan
lingkungan yang damai di dalam dan luar sekolah.
Sopan
mengingatkan warga sekolah untuk saling berkomunikasi dengan cara-cara yang
penuh hormat dan menghargai. Warga sekolah bekomunikasi dengan bahasa yang
positif dan mendorong satu sama lain untuk terus semangat belajar.
Santun
mengingatkan warga sekolah untuk berlaku sabar dan tenang ketika menghadapi
berbagai situasi, terutama ketika muncul masalah. Warga sekolah didorong untuk
tidak membuat penghakiman yang serta-merta, melainkan memahami masalah secara
mendalam agar mampu menghasilkan penyelesaian yang bermanfaat bagi semua pihak.
5S
ini harus dipraktikkan oleh warga sekolah setiap hari, setiap saat, setiap
waktu. Di pagi hari, tiket masuk ke lingkungan sekolah adalah mempraktikkan 5S
ini; menyapa, memberi senyum, mengucapkan salam (memberi ucapan ‘selamat pagi’
bagi yang non-muslim) kepada guru-guru yang sudah menunggu di halaman sekolah.
Pun begitu juga sebaliknya, tidak harus siswa yang memulai, tetapi
berlomba-lomba untuk memulai mempraktikkan 5S.
Dody
Wibowo melanjutkan, No Cheating
mengingatkan warga sekolah untuk mempraktikkan
kejujuran dalam semua tindakan.
Murid berlaku jujur dan tidak berbuat curang ketika mengerjakan tugas dan
ujian, guru dan warga sekolah yang lain menerapkan praktik kerja yang
transparan dan akuntabel.
No Bullying
mengingatkan warga sekolah untuk
tidak melakukan tindak kekerasan
langsung dalam bentuk apapun (verbal, fisik, dan psikologis) juga tidak membuat
kekerasan struktural dan melanggengkan kekerasan kultural. Warga sekolah juga
tidak diperkenankan melakukan perundungan yang merendahkan martabat manusia
melalui tindakan, tulisan, maupun ucapan terhadap siapapun. Kesalahan direspon
dengan konsekuensi yang konstruktif, bukan dengan hukuman fisik.
No Smoking
mengingatkan warga sekolah dan untuk tidak merokok, terutama di lingkungan
sekolah. Warga sekolah didorong untuk menerapkan dan mempromosikan gaya hidup
sehat dan mewujudkan lingkungan yang sehat, untuk diri sendiri maupun orang
lain.
No Littering
mengingatkan warga sekolah untuk mengadopsi kebersihan sebagai salah satu nilai
hidup dan mempraktikkannya di dalam dan luar sekolah. Warga sekolah juga
didorong untuk ingat, peduli, dan aktif menjaga keberlangsungan Bumi tempat
mereka tinggal.
Dalam
proses penanaman Budaya Sekolah, kami menghadapi banyak sekali dinamika. Kami
menyadari bahwa untuk membentuk sebuah ‘produk’ yang bernilai di
masyarakat—mampu menyelesaikan ragam masalah, harus teguh pada prinsip-prinsip
idealisme yang dianut. Untuk membentuk karakter jujur (no cheating), misalnya, kami pernah memecat 11 siswa di Pidie pada
2012 dan 3 siswa di Lhokseumawe pada 2014, yang kala itu heboh tak
berkesudahan. Berpegang teguh pada prinsip sekolah, SSB pernah diberi
penghargaan oleh menteri Pendidikan kala itu, Anies Baswedan, sebagai sekolah
jujur (indeks integritas sekolah)
Sedekah Surya Paloh
Dalam
beberapa diskusi pada kesempatan yang berbeda dengan para wali murid, tokoh masyarakat,
kami sering dipertanyakan, kenapa seorang Surya Paloh—yang tokoh nasional dan
kaya raya, menjadikan Sekolah Sukma Bangsa sebagai ladang bisnisnya. Karena
sekolah sukma berbayar, dasar itulah yang dijadikan sebagai sebuah kesimpulan
prematur.
Di
hari ulang tahun SSB, dan juga bertepatan dengan ulang tahun Surya Paloh yang
jatuh pada 16 Juli 2022, saya sebagai putra Aceh, terpikir untuk ‘membocorkan’
rahasia dapur SSB. Ini mungkin momen paling tepat untuk memberi tahu publik,
bahwa ada sedekah Surya Paloh di setiap tahun untuk ‘keberlangsungan hidup’
sekolah.
Dari
audit yang dilakukan oleh Price waterhouse Coopers (PWC) tahun 2016,
menyebutkan bahwa per tahun biaya yang disumbang oleh Surya Paloh untuk
operasional sekolah mencapai 14 miliar, dari total biaya operasional mencapai
25 miliar. Sisanya dari sumbangan wali murid 6 miliar, dan dari berbagai sumber
lainnya. Angka ini tidak pernah diketahui banyak orang, karena beliau tidak
pernah meminta untuk di publikasi.
Terlihat
jelas, bahwa uang sekolah yang dibayarkan oleh para wali murid, itu adalah
partisipasi (ikut menyumbang) untuk membantu pemenuhan operasional sekolah.
Bukan membayar biaya sekolah—yang dianggap oleh orang yang belum tau—sebagai
ladang bisnis Surya Paloh
Sekitar
dua tahun yang lalu, ada cerita menarik ketika rencana ekspansi sekolah.
Setelah belasan tahun SSB ditopang oleh kantong Surya Paloh, para pengurus di
yayasan sukma berencana membangun Sekolah Sukma di beberapa kota besar di
Indonesia, dengan konsep komersial. Nantinya, outcome yang diperoleh dari sana, akan disubsidi untuk SSB di Aceh.
Lantas ketika menghadap Surya Paloh untuk meminta restu, ada jawaban yang
‘melegakan’ dari seorang bapak bangsa, ”Tolong jangan halangi saya untuk
bersedekah kepada Aceh”
Selamat
ulang tahun Sekolah Sukma Bangsa, selamat ulang tahun Bapak Surya Dharma Paloh.
Zubir, Direktur
Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe, bergiat di FAMe Chapter Lhokseumawe
Sumber: https://aceh.tribunnews.com/2022/07/19/sekolah-sukma-bangsa-dan-sedekah-surya-paloh
Belum ada Komentar untuk " Sekolah Sukma Bangsa dan Sedekah Surya Paloh"
Posting Komentar