Berprestasi di Masa Sulit: Sebuah Best Practice SMA Sukma Bangsa Lhokseumawe

Yang paling penting dalam sebuah proses pembelajaran adalah keterikatan emosional (engagement). Secara sederhana, dapat terwujud melalui praktik komunikasi dua arah antara guru dengan siswa. Pendidikan kita saat ini, masih didominasi oleh target kognitif (materi pelajaran). Tidak ada yang salah memang, karena secara muatan kurikulum, ada kaitannya dengan penilaian (assessment) yang diselenggarakan secara nasional. Proses pembelajaran adalah kunci utama yang memiliki korelasi dengan target ketercapaian kurikulum, kualitas mutu lulusan, daya saing, dan prestasi siswa. Dari sinilah, segala desain pembelajaran dimulai. 

Memahami kondisi ini, pertama kali yang kami lakukan adalah membuat baseline data permasalahan pembelajaran di masa pandemi. Dari hasil survey yang kami lakukan, setidaknya terdapat 3 poin yang menjadi permasalahan pembelajaran. Pertama, siswa menilai metode mengajar guru kurang efektif. Kedua, siswa merasa kesulitan dalam memahami materi. Ketiga, siswa terbeban dengan banyaknya tugas yang diberikan guru.     

Pembelajaran yang membahagiakan dan kontekstual

Transformasi pertama yang perlu dilakukan dalam dunia pendidikan adalah melakukan perubahan kecil dari ruang kelas. Nadiem Makarim, sang menteri pendidikan, mengajak para guru untuk menjadikan kelas sebagai ruang diskusi; dengan target meningkatkan daya kritis siswa dan melahirkan ragam project class. 

Di Sekolah Sukma, kami berusaha memperbaikinya dengan mengubah pola mengajar guru, dari Teacher Centered, menjadi Learner Centered Learning. Perubahan ini berdampak pada kepuasan yang tinggi terhadap pengalaman belajar (student wellbeing) sehingga meningkatkan partisipasi siswa di kelas dan menjadikan suasana kelas yang membahagiakan.   

Terobosan besar yang kami lakukan di ruang kelas adalah, Pertama, pembelajaran kontekstual. Di masa pandemi, dengan kebebasan satuan pendidikan dalam melaksanakan kurikulum darurat, kami mendesain pembelajaran yang mengaitkan semua materi dengan covid-19. Di Pelajaran kimia, misalnya, guru membekali materi tentang meningkatkan imun tubuh, cara meracik handsanitizer, dan sebagainya. Di Mata pelajaran Sejarah, guru membekali dengan peristiwa wabah yang pernah terjadi di dunia dan bagaimana cara dunia menanganinya. Begitu juga untuk semua mata pelajaran yang lain. Pengetahuan yang tinggi tehadap covid-19 dapat meningkatkan imun warga sekolah dan menjadikan warga sekolah siap berdampingan dengan pandemi—tanpa bermaksud mengurangi tingkat kewaspadaan. 

Ini adalah sebuah edukasi sistemik yang hasilnya jangka panjang; terlihat jelas misalnya, ketika program vaksinasi dilakukan, kami tidak memiliki kendala yang berarti untuk mengajak warga sekolah untuk vaksin. Baik itu untuk guru maupun siswa. Semua warga sekolah berbondong-bondong untuk melakukan vaksin, dengan pencapaian hampir 90 persen. Sisanya, hanya karena tidak memenuhi kualifikasi medis.       
Kedua,  berbasis project. Ini tujuannya untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam setiap proses, dan mengurangi tingkat kebosanan. Siswa diberikan kebebasan dalam menentukan project-nya, guru hanya memberikan tema dan subtema sesuai materi pelajaran. 

Ketiga, konseling individual. Program ini tidak hanya dimanfaatkan oleh siswa dalam ‘mengadu’ permasalahan belajarnya, tapi juga dimanfaatkan guru dalam mendiskusikan kendala dalam mengajar. Guru selalu mengedepankan psikologi siswa ketika belajar di masa pandemi. Tak lain dan tak bukan pencapaian yang diharapkan adalah kebahagian dalam belajar. 

Berbasis Hybrid Learning 

Tak ada metode pembelajaran yang paling bagus, yang ada hanya yang paling sesuai berdasarkan karakteristik siswa. Kami mencoba menghadirkan ke ruang kelas virtual ragam aplikasi yang dapat meningkatkan partisipasi siswa. Dalam proses pembelajaran, setiap guru menghadirkan ice break di sela jam belajar. Apliksai Quizizz menjadi pilihan banyak guru. Bermain game untuk seru-seruan, dapat memperbaiki rasa bosan di kelas maya. 

Yang tak kalah penting adalah sentuhan afektif ketika memulai pembelajaran. Membangun keakraban dan kedekatan dengan siswa melalui seribu inovasi. Dalam melakukan absensi, misalnya, guru meminta siswa untuk menulis puisi berantai. Siswa yang sudah menulis, dianggap sudah hadir. Cara yang lain, guru mengajak untuk tebak gambar. Siswa yang sudah menebak, maka dianggap hadir. Masih banyak lagi cara lain yang dipraktikkan guru dalam upaya membangun partisipasi di kelas. 

Untuk melihat kualitas pembelajaran, kami melakukan pendekatan berbasis kepuasan user. Setiap mengakhiri pembelajaran, guru meminta siswa untuk memberikan feedback melalui aplikasi Menti.com. siswa menulis pengalaman belajaranya di kelas virtual dan memberikan penilaian terhadap kualitas mengajar guru. Secara tidak langsung, ini dapat menggantikan program supervisi kelas yang harus dilakukan oleh kepala sekolah (tim supervisi). Penilaian berbasis kepuasan user sangat membantu kepala sekolah dalam memastikan kualitas pembelajaran di kelas. 

Berprestasi di Masa Sulit, Ternyata Bisa

Ketika siswa sudah merasa nyaman dengan aktivitas pembelajaran, bahagia dengan metode mengajar guru, maka apapun selanjutnya bisa dicapai. Target utama adalah prestasi di bidang literasi. Untuk mencapai kesuksesan, kami melakukan 5 strategi. Pertama, program membaca buku setiap pagi selama 30 menit. Aktivitas membaca yang berlangsung secara kontinu, dikontrol oleh wali kelas secara virtual. Baik via WA group maupun Zoom Meeting. Siswa selanjutnya mengisi reading log di aplikasi Padlet.com. 

Kedua, menetapkan Standar Lulus Sukma. Setiap siswa akan dinyatakan lulus apabila telah menulis esai dengan kualifiksi minimal 800 kata. Ketiga, menulis buku kelas. Setiap kelas ditantang menyelesaikan project menulis buku. Keempat, membentuk Lembaga Riset Sekolah; dari sini lahir banyak penelitian dari siswa. Kelima, membangun kerjasama degan Universitas. 

5 strategi di atas, adalah bentuk pembiasaan di bidang literasi. Alhasil banyak prestasi yang telah diraih siswa maupun guru. Guru misalnya, menghasilkan buku pengalaman mengajar selama pandemi, siswa juga demikian, menerbitkan buku yang berisi pengalaman mereka belajar di masa sulit. Selain itu, secara berkelanjutan guru menulis di media kredibel acehtrend.com, mengisi kanal opini pendidikan yang terbit setiap hari senin. 

Dalam hal prestasi di bidang karya tulis, banyak siswa yang mendapatkan juara. Pernah memborong juara pada lomba menulis yang diselenggarakan oleh Universitas Malikussaleh. Di tingkat nasional, pernah menjuarai Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) LIPI dan mewakili Indonesia ke tingkat internasional yang diselenggarakan di Amerika Serikat. 

Atmosfir literasi yang sudah sangat baik terbentuk di sekolah, menjadi motivasi besar bagi para warga sekolah untuk berkarya dan berprestasi. Pandemi, bukan penghalang untuk mendulang prestasi dan bukan alasan untuk tidak berinovasi. 

Zubir, Direktur Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe, sehari-hari juga mengajar TIK di kelas X (sepuluh)

Catatan: artikel ini adalah best practice ketika penulis menjabat sebagai Kepala SMA Sukma Bangsa Lhokseumawe.
Zubir Agani Seorang guru di sekolah swasta

Belum ada Komentar untuk "Berprestasi di Masa Sulit: Sebuah Best Practice SMA Sukma Bangsa Lhokseumawe"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel