Obat Palsu, Surat Palsu, dan Senyum Bedebah Koruptor

Mungkin terlalu berlebihan menggunakan kata bedebah pada judul diatas. Tapi, saya tidak punya kata yang lain yang lebih tepat untuk disandang oleh mereka para pencuri uang rakyat.

RABU, 29 Oktober 2014, Kompas.com merilis beritu memilukan: “Dua Rumah Sakit di Aceh pasok obat palsu.” Adalah Aceh singkil dan Simeulu, yang sedang bermain-main dengan nyawa. Hal ini terungkap melalui pemeriksaan rutin yang dilaksanakan BBPOM Aceh. Dari hasil pemeriksaan, kandungan  dari dua obat tersebut jika sempat dikonsumsi masyarakat, maka nyawa melayang. –tentu atas izin Allah—
Rasanya, kekejaman manusia zaman sekarang, tak ada bedanya dengan para Jahiliah-ers pada masa Nabi. Jika pada masa itu, manusia dibunuh hidup-hidup secara terang-terangan, maka sekarang, manusia juga dibunuh hidup-hidup, tapi secara halus. Bisnis, telah menjadikan banyak orang  menjadi anjing berkepala manusia. 
Dalam hati kecil, saya berusaha untuk tidak berburuk sangka terhadap para dokter, atau pengelola rumah sakit. Saya yakin itu karena kesalahan teknis –sekalipun kasus itu adalah yang kedua kali semenjak tahun 2013— Namun, dalam hati kecil saya yang satu lagi, hati nurani para doker atau pengelola rumah sakit, telah dimakan anjing, lalu hati yang ada didada mereka adalah sisa-sisa sayatan makhluk 4 kaki tersebut.
Aih, sudahlah. Mungkin beginilah suka duka hidup di akhir zaman.
Sebelum berita tersebut heboh di Aceh (juga di Indonesia), sebelumnya di tempat saya mengajar, Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe, juga sedang dihebohkan oleh surat palsu. Sejumlah siswa memalsukan surat izin keluar, demi tidak mengikuti kegiatan yang sudah direncanakan sekolah: Mengujungi Bazar Buku. Pemalsuan ini dengan mudah terungkap atas analisis di lapangan. Dan sang kepala sekolah, langsung naik pitam, mereka dikenakan pelanggaran Berat, dengan konsekuensi dipanggil orang tua, kerja sosial, dan mengakui didepan semua siswa; juga menghimbau agar tidak mencontoh mereka. 
Berselang beberapa hari, tibalah saatnya mereka membuat pengakuan. Sudah sekitar enam orang yang membuat pengakuan, namun, suasana yang terlihat malah diluar harapan. Mereka dan para siswa yang sedang mendengar pengakuan, malah bersorak-sarai seperti mereka sedang mendukung kesebelasan sepakbola. Tidak ada sedikitpun aura penyesalan diwajah. Malah, yang terlihat, seperti sebuah kebanggaan, yang mana hanya orang tertentulah yang bisa begitu.
Aih, sudahlah. Mungkin beginilah suka duka “bermain” dengan remaja.
Saya yang berada diantara kerumunan itu, tiba-tiba teringat pada beberapa sosok berpendidikan tinggi; para professor, pemangku pemerintahan, saat mereka diseret ke penjara oleh KPK. Diantara ratusan lambu Blizt Kamera, sorotan kamera Televisi, mereka menebar senyum termanis, seakan tidak  ada satu uratpun diwajahnya, yang sedang merasakan malu. Wajah mereka menjelaskan, bahwa yang sedang terlihat, adalah sebuah kekeliruan hukum.
Lalu, jika kita berharap tidak ada lagi korupsi di Negara ini; baik itu berupa mencuri, memalsukan, menipu, maka sejak generasi duduk di bangku sekolah, harus tertanam kuat-rapat di sanubari, bahwa Moral adalah harga mati yang tidak bisa ditawar. Siapapun yang berurusan dengan moral, maka ia sebenarnya sedang berurusan dengan NYAWA. Atas pada nyawa pendidikan adalah moral, maka kami pun –guru—menganggap itu serius.  
Kejadian yang –mungking dianggap—sepele ini, jika tidak ditanggapi dengan serius, apalagi disebuah lembaga penddikan, maka tidak mustahil, kasus pemalsuan obat, akan menjadi kasus terkecil di sepuluh duapuluh tahun mendatang. –tentu jika belum kiamat—
***

Bulan terus beranjak pada peraduan. Malam sudah berada di angka 2. Tiba-tiba seorang bocah berumur 15 Bulan, sambil tertidur menyender tangannya dimuka saya. Lalu saya menciumnya penuh kasih, berharap dia yang akan hidup dan berwara-wiri di dunia, menjadi orang-orang yang terpelihara. Dia adalah satu diantara ratusan anak saya, yang harus menjadi “manusia” nantinya.  Tapi saya tidak sendiri, ada banyak sekali bapak ibu guru yang akan membantu. 
Zubir Agani Seorang guru di sekolah swasta

Belum ada Komentar untuk "Obat Palsu, Surat Palsu, dan Senyum Bedebah Koruptor"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel