Catatan Perjalanan ke Finlandia (2): Pendidikan Karakter ala Finlandia
PADA kesempatan ini, saya akan berbagi pengalaman ketika melakukan observasi di The Finnish International School of Tampere. Di sekolah ini siswanya berasal dari berbagai negara, termasuk dari Indonesia. Mayoritas berasal dari Finlandia.
Menuju sekolah, kami menggunakan trem (moda transportasi seperti kereta api yang beroperasi di perkotaan). Di dalam trem, di pagi itu, sudah terlihat banyak anak sekolah, termasuk anak yang masih TK (Pre-school). Mereka pergi sekolah tanpa diantar orang tuanya.
Saya turun trem beserta puluhan anak-anak yang lain. Mereka jalan dengan sangat cepat, saya pikir karena sudah terlambat. Kami pun ikut mengejar ritme mereka. Namun ternyata, begitu sampai di sekolah, mereka langsung ke area permainan yang sudah dipenuhi oleh teman-temannya yang sudah duluan.
Ada banyak fasilitas bermain yang tersedia di sekolah. Anak-anak ini memulai hari dengan kebahagiaan. Dari halaman depan sekolah, saya sudah bisa membayangkan kualitas pendidikan di sekolah ini.
Tak lama dari itu, bel berbunyi. Secara mandiri, semua siswa bergegas ke kelas masing-masing. Di lorong kelas, guru sudah menunggu di pintu dan menyambut siswa.
***
Hari itu, kami diajak untuk melakukan observasi di kelas 5, kelas 8, dan kelas 2. Di sini, SD dan SMP digabung menjadi satu atap sekolah dengan satu orang kepala sekolah.
Kami dipersilakan masuk dan duduk di kursi belakang. Ada beberapa siswa yang terlambat, guru bertanya alasan keterlambatan. Setelah siswa memberi alasan, mereka dipersilakan duduk di kursi yang telah ditentukan.
“Ada juga ya anak yang terlambat di sini. Mungkin mereka keasyikan main futsal tadi.” Bisik saya ke teman di samping. “Ya, kan mereka juga anak-anak. Tapi di sini kalau terlambat gak di hukum. Kalau di tempat kita akan disuruh kutip sampah.”
Guru memulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran. Per semester ini, ada mata pelajaran baru yang diajarkan di seluruh sekolah di Finlandia. Mata pelajaran ini lahir atas riset yang dilakukan oleh universitas. Dari hasil riset, diperoleh bahwa kemampuan untuk saling berinteraksi sesama, kemampuan untuk bekerja sama, dan keterampilan social skill anak-anak Finlandia mengalami penurunan. Atas pada itu, seluruh sekolah di Finlandia perlu segera menangani hal ini. Guru diberi kebebasan untuk meningkatkan kompetensi social skill siswa.
Di kelas yang kami observasi, Mikki, guru di kelas tersebut menggunakan game dalam proses pembelajaran. Game ini sudah disiapkan khusus oleh universitas. Dalam aktivitas bermain game, siswa akan terbangun interaksi, komunikasi, dan kerjasama tim. Serta akan tumbuh kepekaan sosial siswa berdasarkan alur perjalanan di game.
Setelah mereka mencapai titik terakhir di game, guru meminta siswa untuk menceritakan pengalamannya. Hal positif dan negatif apa yang mereka dapatkan ketika bermain game. Semua anak secara bergantian angkat tangan, berbagi pengalamannya. Mereka sangat menikmati dan sangat tertarik dengan game tersebut.
Universitas berperan besar di sini. Riset yang dilakukan oleh dosen di universitas untuk memecahakan masalah di masyarakat. Disamping itu, juga dapat mendongkrak rating universitas karena hasil riset tersebut.
Obeservasi selanjutnya di kelas 8, mata pelajaran biologi. Karena ruang terbatas, cerita di kelas ini saya skip.
Di kelas 2, pada mata pelajaran matematika, kami disuguhkan suasana belajar layaknya di universitas. Guru memulai pembelajaran dengan mengajak siswa menonton. Saat guru memutar video, semua siswa menyimak dengan serius. Di pertengahan video, guru menyetop dan meminta siswa untuk merespon singkat apa yang mereka pahami dari isi video. Beberapa diantara mereka angkat tangan dan guru mempersilakan untuk berbicara. Lalu, guru melanjutkan memutar video hingga selesai.
Setelah video selesai di putar, guru kembali meminta siswa untuk memberikan pendapat dari isi video. Hampir semua siswa angkat tangan. Guru memberi kesempatan berbicara kepada beberapa siswa.
Dari sini, kami yang sedang observasi di belakang, mulai bisik-bisik. Kami tidak percaya, bahwa apa yang sedang kami lihat di depan mata adalah aktivitas belajar siswa kelas 2 SD.
Setelah sesi pembuka ini selesai, guru masuk ke materi pelajaran. Guru mengulang materi minggu lalu sekilas dan setelah itu siswa diberikan soal latihan mandiri. Sesi latihan mandiri ini sudah disampaikan guru pada pertemuan sebelumnya.
Kami diberi kesempatan untuk berkeliling kelas dan diperbolehkan untuk berkomunikasi dengan siswa.
Siswa mengambil buku teks yang ada di rak buku, lalu mereka mengerjakan soal yang ada di buku teks.
Saya melihat materi di kelas 2 SD ini sangat mendalam, sudah pada tataran Deep Order Thinking Skill (DOTS). Siswa sudah didorong untuk berpikir mendalam. Dengan demikian, fondasi pengetahuan konsep mereka sudah mulai dibentuk dengan sangat kuat sejak dari SD kelas rendah.
Saya sebagai alumnus Matematika, iseng untuk mencoba menjawab soal di buku siswa tersebut. Saya perlu berpikir keras terlebih dahulu untuk mampu menjawabnya sehingga tidak mengherankan, Finlandia menjadi negara dengan skor PISA (Programme for International Student Assessment) terbaik di dunia.
Hal menarik lainnya dalam proses pembelajaran, guru membentuk karakter pantang menyerah pada siswa. Anak harus berjuang keras untuk mampu menjawab soal secara mandiri tanpa dibantu guru. Dalam proses, ada anak yang angkat tangan dan menyampaikan kalau dia tidak mengerti. Lalu gurunya datang menghampiri, dengan berbisik guru berujar, “Try and try again. Read more and think more. You can do it.”
Anak itu pun berusaha keras sendiri sampai dia berhasil menjawab sebagian besar dari soal yang diberikan. Sesi berakhir, bel pun berbunyi. Guru menghampiri anak tadi dan mereka menyepakati bahwa soal yang belum berhasil di kerjakan anak, dijadikan sebagai Pekerjaan Rumah (PR). Si anak sepakat dan dia membawa pulang buku teks tersebut.
Siswa bersiap keluar kelas dan berbaris rapi di luar. Dituntun guru, mereka akan ke kantin untuk makan siang. Di sini, guru mendidik karakter antri. Siswa di seluruh Finlandia mendapatkan makan siang gratis di sekolah dengan menu yang ‘4 sehat 5 sempurna’.
Sesampai di kantin pun, siswa masih tertib dan mereka memilih menu yang mereka sukai. Selesai makan, semua piring, gelas, sendok, dikembalikan ke tempat yang telah disediakan.
Dari wajah mereka, terlihat siswa sangat bahagia berada di lingkungan sekolah. Baik dalam proses belajarnya dan tentu saja dalam aktivitas bermainnya. Kebahagiaan siswa adalah hal wajib yang harus terpenuhi di sekolah untuk menjaga kualitas pendidikan. Jika siswa sudah bahagia, maka materi apa pun dapat ditaklukkan.
Email: zubir@sukmabangsa.sch.id
Zubir, Guru Informatika Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe, melaporkan dari Tampere, Finlandia.
Belum ada Komentar untuk "Catatan Perjalanan ke Finlandia (2): Pendidikan Karakter ala Finlandia"
Posting Komentar