Catatan Perjalanan ke Finlandia (3): Perpustakaan dan Orang-orang yang Membaca Buku

SULTAN Iskandar Muda menghadiahi sebuah taman untuk permaisuri cantiknya dari Pahang, Malaysia. Taman yang hari ini masih berdiri kokoh dan ramai dikunjungi masyarakat Aceh adalah bukti cinta dari seorang raja untuk kekasihnya.

Kaisar Mughal Shah Jahan, karena rasa rindu yang membara, ia mendirikan Taj Mahal untuk mengenang istrinya Mumtaz Mahal. Bangunan megah yang dibangun pada tahun 1631-1648 menjadi salah satu destinasi yang paling banyak dikunjungi hingga saat ini.

Pemerintah Finlandia, meluapkan rasa cinta pada warganya dengan mendirikan perpustakaan di tengah kota Helsinki. Merayakan 100 tahun kemerdekaan Finlandia dari Rusia, sebuah perpustakaan besar dengan fasilitas yang memanjakan dan ‘gak masuk akal’ berdiri megah di tengah kota. Perpustakaan adalah ungkapan cinta untuk warganya. Oodi Helsinki Central Library adalah nama perpustakaan cinta itu.

Negara dengan populasi 5.5 juta itu memiliki lebih dari 800 perpustakaan. Di kota Helsinki saja, terdapat 40 perpustakaan. Oodi memiliki koleksi buku tidak kurang dari 70.000. Sebanyak 2 juta penduduk Finlandia memiliki kartu perpustakaan dan aktif meminjam buku.

Konsep Terbalik

Apa yang pertama kali terpikirkan ketika mendengar nama perpustakaan? Saya yakin Anda akan menjawab bahwa sebuah tempat yang memiliki buku dan orang yang berkunjung ke sana tujuannya membaca buku. Dari definisi saja, sudah menggambarkan ketidaknyamanan.
Apa yang saya lihat setelah berkunjung ke beberapa perpustakaan di Finlandia, ternyata definisi perpustakaan terbalik dari apa yang kita pikirkan selama ini. Mari menyelam lebih jauh, semoga Anda tidak terkejut.

Pertama, perpustakaan adalah warung kopi. Ngopi adalah gaya hidup bagi mereka. Sehari, menurut pengakuan Prof. Eero Ropo saat saya wawancara, orang Finlandia bisa minum kopi 5 kali. Dan warung kopi ada di perpustakaan. Buku dan secangkir kopi adalah sejoli yang terlihat di setiap meja tempat orang-orang membaca. Saya dan Pak Sahlan Hanafiah (Dosen UIN Ar-raniry) ikut menyeruput tajamnya rasa kopi Finlandia. Selain kopi, juga ada menu seperti roti dan makanan ringan lainnya, juga tersedia makanan berat untuk menu makan siang. Orang-orang di sini, porsi makannya sangat besar. Mungkin karena kuat sekali mereka membaca.

Kedua, perpustakaan adalah tempat bermain. Anak-anak kecil di sini sangat menikmati ketika berada di perpustakaan. Betapa tidak, semua alat permainan tersedia lengkap di satu area. ada permainan yang berbentuk fisik ada juga dalam bentuk digital. Ada banyak sekali mobil-mobilan dengan semua jenis, ada Playstation, bahkan ada kamar khusus untuk bermain gim. Tapi sebentar dulu, di area ini, anak-anak tidak hanya fokus bermain gim, tapi mereka juga tetap membaca buku. Ketika Lelah membaca mereka akan bermain gim, ketika sudah capek dengan gim, kembali membaca. Di area luar, juga ada lapangan olahraga, seperti lapangan bola basket dan area lapangan terbuka.

Ketiga, di perpustakaan tersedia fasilitas gratis. Ini menjadi salah satu pemandangan yang ‘aneh’ dalam kacamata saya. Di satu area ada banyak mesin jahit. Orang-orang di sini bebas menggunakan mesin jahit untuk kebutuhan pribadinya. Ada yang menjahit sarung bantal, ada yang menjahit baju dan celana, ada juga yang menjahit bad cover. Di sini, jasa tailor sangat jarang dan mahal. Selain mesin jahit, ada juga mesin percetakan. Di sini bisa melakukan percetakan sendiri dengan biaya yang sangat miring, hanya membayar untuk biaya bahan saja.

Keempat, Perpustakaan adalah studio musik. Anak-anak band dan pecinta seni musik, nongkrongnya di perpustakaan. Ada beberapa ruang studio musik yang bebas di gunakan, tinggal mendaftar jika ada kosong, lalu bisa digunakan dengan durasi tertentu. Ada juga piano dengan suara yang keluar melalui hearphone sehingga tidak menggangu yang lain. Selain itu, ada ragam alat musik yang lain yang bisa di gunakan di perpustakaan. Kelima, perpustakaan rasa kafe dengan konsep outdoor. Ini tidak ada di semua perpustakaan, tapi saya menemukannya di Oodi Central Library of Helsinki. Di lantai 3, sembari menikmati cantiknya kota Helsinki, ada puluhan meja berjejer rapi dan terisi penuh oleh orang-orang yang lalai dengan bukunya. Udara yang dingin, ditemani kopi dan roti, menambah kekhusyukan membaca.

Keenam, perpustakaan dengan fasilitas buku gratis. Tidak hanya tempat dengan seabrek kenyamanan di atas, di perpustakaan ada buku gratis. Ada rak yang disiapkan, di mana semua buku yang ada di rak itu bebas di ambil. Dari mana sumber bukunya? buku itu disumbang oleh siapa saja yang memiliki buku. Setelah buku dibaca dan dirasa tidak perlu dipajang di rumah, maka buku itu disumbangkan. Bukunya masih bagus-bagus. Saya ikut membawa pulang ke Aceh sebuah buku dengan judul: The Success Story of Finnish Basic Education.

Ketujuh, Perpustakaan ramah bayi. Ada area yang di siapkan secara khusus untuk para bayi. Fasilitas untuk bayi juga tersedia di sini, seperti gerobak bayi, dan tempat lesehan yang luas dengan karpet yang empuk dan aneka jenis bantal. Sejak bayi mainannya sudah di perpustakaan, ketika besar ia pasti akan kembali ke perpustakaan.

Kedelapan, Perpustakaan ada di mana-mana. Saat saya masuk ke hotel, di lobi hotel ada area perpustakaan mini. Di beberapa sudut hotel juga ada rak buku, bahkan di kamar sekalipun ada rak buku dengan ragam bacaaan. Ada banyak buku dengan Bahasa Finlandia dan Bahasa Inggris. Sturback yang ada di pusat kota Helsinki, juga ada toko bukunya. di sisi kirinya sturback, di sisi kanannya toko buku. Pak Sahlan mengajak saya untuk ngopi sturback di toko buku itu, saya menolaknya dengan pertimbangan kopi mahal, apalagi dengan kurs Euro.

Orang-orang yang Membaca Buku

Di mana-mana, selain di perpustakaan, orang-orang membaca buku di waktu senggangnya. Misalnya, ketika menunggu kereta api, orang membaca buku. Di dalam kereta api, orang membaca buku. Di area publik, saya juga melihat banyak orang-orang dengan bukunya.

Dari hasil observasi mendalam dan melakukan wawancara dengan beberapa orang Finlandia, saya mendapati rahasia kenapa generasi Finlnadia suka membaca buku. Dan rahasia akan saya bagikan di sini. Tapi dengan syarat, jangan pernah beritahu siapa pun.

Apa rahasianya? Pertama, negara (pemerintah) hadir untuk memberikan kenyamanan dalam bentuk fasilitas di perpustakaan. Kedua, Orang-orang dewasa di Finlandia hingga yang sudah tua renta, memberi contoh pada generasinya yaitu dengan cara ikut menjadi pembaca buku. Mereka tidak pernah menyuruh pada anaknya untuk membaca buku, tapi cukup dengan memberi contoh. Apakah kita sebagai bangsa teulebeh di ateuh rung donya sudahkah hadir dan memberi contoh pada anak kita? Wallahua’klam bissawab. 

Email: zubir@sukmabangsa.sch.id

Zubir, Peserta short course “Curriculum Development for Climate Change Education” Finlandia, dan Direktur Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe. Melaporkan dari Helsinki, Finlandia

[Tulisan ini sudah di muat di Harian Serambi Indonesia pada 11 September 2023]

Zubir Agani Seorang guru di sekolah swasta

Artikel Terkait

Belum ada Komentar untuk "Catatan Perjalanan ke Finlandia (3): Perpustakaan dan Orang-orang yang Membaca Buku"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel