Läslov dan Bagi Rapor di Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe


TOPIK yang kerap muncul ketika hari bagi rapor adalah perdebatan pemberian apresiasi dalam bentuk ranking kelas. Dalam tulisan ini, penulis tidak berniat untuk menambah perdebatan, namun ingin berbagi praktik baik di Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe.
 
Nilai akademik bukan satu-satunya tolak ukur keberhasilan Pendidikan. Ada banyak sekali aspek lain, yang jauh lebih penting dalam merespon kondisi bangsa hari ini. Masyarakat kita cenderung melihat aspek akademik—seperti mendapatkan ranking kelas, menjuarai lomba—sebagai sebuah validasi dari masyarakat bahwa anak berhasil di sekolah. Guru kadang dengan sangat bangga memposting anak didiknya yang menjadi juara kelas, orang tua pun begitu, ikut bereuforia atas ranking yang diperoleh anak. Bagaimana dengan anak yang tidak mendapatkan ranking? dilihat belum berhasil dan masih harus belajar lebih giat.
 
Padahal aspek lain, seperti perkembangan karakter, minat dan bakat, potensi soft skill, dan bahkan aspek moralitas, jarang diapresiasi sebagai sebuah tolak ukur keberhasilan. Memahami ini, dan atas masukan dari banyak unsur yang ada di sekolah; seperti komite sekolah, orang tua siswa, praktisi pendidikan, kami mendobrak paradigma lama di masyarakat: bahwa semua keberhasilan yang telah dicapai siswa perlu di apresiasi di hari bagi rapor. Semua siswa pulang dengan membawa sertifikat juara sesuai dengan potensi masing-masing.
 
Ada yang dinobatkan sebagai “Siswa Paling Mengayomi” di kelas—ini menjelaskan kemampuan seorang pemimpin yang telah dimiliki anak. Potensi besar ini, kok diabaikan sekolah? Bangsa ini perlu pemimpin yang mengayomi untuk menghadirkan peradaban emas kedepan.
 
Ada yang dianugerahi sebagai “Siswa Paling Bersahabat”—ini menggambarkan kemampuan bersosial anak; mencintai dan menyayangi teman sejawat, bergaul dengan etika dan keramahtamahan. Bukankah ini yang dicontohkan baginda nabi besar Muhammad SAW tatkala beliau di masa kanak-kanak hingga tumbuh dewasa dan menjadi rasul? mengapa akhlak nabi yang dimiliki anak tidak kita apresiasi? Di luar itu, kita selalu menyeru ‘syariat islam’ di bumi Serambi Mekkah ini.
 
Ada anak yang dijuluki sebagai “Siswa Paling Ringan Tangan”—ini menggambarkan karakter anak yang inisiatif, peduli pada orang dan masalah yang ada di sekitar. Hei, bangsa butuh banyak orang yang mau mengambil inisiatif atas segala problem di masyarakat. Ringan tangan yang bermakna suka membantu, adalah karakter yang harus kita tumbuhkan. Selain itu, ada banyak lagi juara lainnya untuk siswa atas keberhasilannya.
 
Aspek akademik pun tidak dikesampingkan. Setiap anak memiliki potensi pada mata pelajaran tertentu. Jika anak bagus di mata pelajaran matematika, maka dia akan keluar sebagai juara di matematika. Jika anak bagus di seni budaya, maka dia akan keluar sebagai juara seni budaya. Pun begitu juga di bidang ekstrakurikuler, dan bidang-bidang lainnya. Di hari bagi rapor tidak ada seorang pun siswa yang tidak mendapatkan juara.
 
Läslov
 
Ada banyak negara di belahan dunia mendedikasikan hari libur (holiday) untuk kegiatan membaca—atau lebih tepatnya kegembiraan membaca. Di Islandia misalnya, ada tradisi unik yang diberi nama “Iceland’s Yule Book Flood” atau Banjir Buku Islandia. Tradisi ini memadukan kecintaan terhadap buku dengan perayaan natal. Menjelang tradisi ini, ada lonjakan penerbitan buku pada minggu-minggu menjelang perayaan natal. Tradisi ini tertanam kuat dalam budaya Islandia.
 
Sekilas penulis teringat pada tradisi meugang di Aceh. Ada lonjakan permintaan daging menjelang meugang—yang sehingga mengakibatkan harga daging di atas angin. Jika di Islandia peradabannya sudah berpikir pada kebutuhan otak, kita masih pada kebutuhan perut. Puncak dari tradisi ini adalah pada malam Natal. Merupakan kebiasaan bagi orang Islandia untuk bertukar buku sebagai hadiah dan kemudian menghabiskan malamnya dengan membaca. Keluarga sering berkumpul bersama, bersantai dengan buku baru mereka.
 
Tradisi unik ini telah menarik perhatian internasional dalam beberapa tahun terakhir, menginspirasi para pecinta buku di seluruh dunia untuk menerapkan praktik serupa dalam perayaan hari raya mereka. Ini berfungsi sebagai pengingat akan kegembiraan membaca dan kesenangan sederhana berbagi buku bagus dengan orang-orang terkasih dan tersayang. Lain lagi di Swedia, ada tradisi unik untuk memupuk kecintaan membaca di kalangan generasi muda. Hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) 2012, merupakan peringatan keras bagi Swedia, karena terungkap bahwa siswa di Swedia mempunyai prestasi yang jauh lebih buruk dibandingkan siswa di negara OECD—organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi—lainnya dalam hal literasi. Sebagai reaksi terhadap dampak negatif ini, sejumlah proyek promosi membaca dimulai, dengan fokus pada kemampuan membaca dan pemahaman bacaan anak-anak.
 
Salah satu proyek yang paling fenomenal adalah Läslov. Istilah “läslov” adalah gabungan kata “läsning” (membaca) dan “lov” (liburan atau istirahat), yang dapat diterjemahkan menjadi “liburan membaca”. Läslov adalah tentang mengubah liburan musim gugur, liburan kentang dan panen di kebun, menjadi minggu kegiatan membaca. Di mana hasil dari usaha tersebut adalah, bukan hanya memanen kentang dan sereal yang berlimpah, tetapi juga peningkatan literasi dan pengetahuan anak-anak Swedia.
 
Läslov bertujuan untuk memicu minat membaca untuk kesenangan dengan membuat buku lebih mudah diakses oleh kaum muda dan menyoroti kegembiraan dan petualangan yang ditemukan di halaman-halaman buku. Inisiatif ini mencerminkan pengakuan yang lebih luas akan pentingnya membaca bagi pengembangan Pendidikan.Hal ini mendukung gagasan bahwa membaca harus menjadi kegiatan yang dirayakan, bukan hanya tugas atau kewajiban sekolah. Dengan mendedikasikan waktu tertentu sepanjang tahun untuk fokus membaca demi kesenangan, Läslov berkontribusi dalam memupuk kecintaan membaca seumur hidup di kalangan generasi muda di Swedia.
 
*** Berangkat dari Inspirasi di atas, kami menerapkannya di Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe. Di liburan panjang ini; liburan Idul Adha dan bersambung dengan liburan kenaikan kelas, kami mendorong—untuk tidak kami sebut mewajibkan—seluruh warga sekolah untuk meminjam buku di perpustakaan sekolah untuk kemudian dibaca ketika liburan panjang. Salah satu syarat pengambilan rapor adalah sudah meminjam buku dan menunjukkan ke wali kelas.
 
Di hari bagi rapor, hal yang berbeda dari sebelumnya adalah, ketika orang tua dan anak tiba di sekolah, mereka langsung menuju perpustakaan. Memilih buku bersama-sama dan meminjamkannya. Tidak sedikit, orang tua juga ikut meminjam untuk dirinya sendiri, atau untuk anaknya yang lain, yang masih belum sekolah.
 
Interaksi anak dengan buku semoga dapat mengurangi interaksi dengan gadget. Di Aceh, di ribuan warung kopi yang tersebar di seluruh pelosok ‘tanoh mulia’ anak-anak remaja kita larut penuh kelazatan dengan game online. Melihat kecintaan dan kasih sayang mereka pada yang ‘unfaedah’ adalah gambaran peradaban Aceh mendatang.
 
Zubir, guru di Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe, Ikut membaca buku pada program Liburan Membaca, karya Pramoedya Ananta Toer, dengan judul: “Bumi Manusia”. Buku ini menceritakan manusia dan Perilakunya.
 
Daftar Pustaka
 
Design Dash. (Maret 2024). From National Haiku Poetry Day To Läslov: Reading Holidays Around The World. Diakses pada Minggu, 23 Juni 2024, dari https://designdash.com/2024/03/11/from-national-haiku-poetry-day-to-laslov-reading-holidays-around-the-world/
 
Torbjorn Nilsson. (2015). ‘Reading Holiday’ in Sweden. Di akses pada Minggu, 23 Juni 2024, dari https://blogs.ifla.org/public-libraries/2015/10/07/reading-holiday-in-sweden/ 

***
[Artikel ini sudah dimuat di harian Serambi Indonesia, pada 27 Juni 2024]
Zubir Agani Seorang guru di sekolah swasta

Belum ada Komentar untuk "Läslov dan Bagi Rapor di Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel